Jombang, JatimKita.com – Jarang disorot, sisi kehidupan keluarga Sumrambah, calon wakil bupati Jombang, ternyata menyimpan banyak kisah unik dan inspiratif.
Bagaimana tidak? Keunikan kisah keluarga Sumrambah diawali dengan pertemuan antara Sumrambah dengan Wiwin Isnawati istrinya, dalam sebuah momen yang tidak disengaja.
Secara tidak sengaja, keduanya bertemu pertama kali di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, saat Wiwin sedang melaksanakan studi kerja di Kandang ayam di desa tersebut.
Wiwin Isnawati atau yang akrab dikenal dengan Wiwin Sumrambah menuturkan, Sumrambah yang tinggal di Bareng, Kabupaten Jombang, saat itu dihubungi oleh kakak kelas Wiwin terkait kehadiran beberapa mahasiswa dari Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Karena merasa berasal dari kampus dan organisasi yang sama, Sumrambah pun datang menemui Wiwin dan dua temannya, yang saat itu sedang melaksanakan studi belajar di Desa Penggaron.
“Kenal pertama tahun 1996, di Penggaron, di kandang ayam. Kok bisa, jadi ceritanya aku dulu waktu liburan kuliah, tidak pernah pulang. Waktu liburan selalu aku gunakan untuk belajar kerja kepada kakak tingkat yang sudah bekerja. Di Penggaron itu ada kakak angkatan yang bekerja di situ, jadi akhirnya belajar kerja di situ,” kata Mbak Wiwin nama populernya di Jombang.
Dari pertemuan yang tidak disengaja itu, Wiwin dan Sumrambah akhirnya saling mengenal.
Tak ada yang spesial pada pertemuan awal tersebut, karena keduanya juga baru saling mengetahui jika sama-sama kuliah di UB.
Setelah liburan usai, Wiwin dan Sumrambah kembali ke kampus. Babak baru pertemuan intensif antar keduanya pun dimulai.
“Kemudian waktu balik ke kampus, tiba-tiba setiap hari ketemu. Aku kan senang nongkrong di warung kopi, karena hal itu jadinya sering ketemu,” ungkap Wiwin.
Meski berada di satu kampus, serta sama-sama aktif dalam kegiatan mahasiswa, Wiwin yang aktif di KSR maupun Sumrambah yang aktif di forum diskusi mahasiswa, rupanya tidak pernah ketemu ataupun saling mengenal.
“Saya baru menyadari kalau beliau orang keren. Beliau waktu itu menjadi ketua Forum Diskusi Mahasiswa dan Penalaran, sedangkan saya waktu aktif di KSR. Karena saking sibuknya, gak pernah ketemu,” ungkap Wiwin.
Padahal, lanjut ibu 2 anak tersebut, sekretariat antar dua organisasi mahasiswa yang mereka ikuti, hanya terpisah dengan 2 ruang sekretariat organisasi lain.
Hari hari berikutnya, Sumrambah dan Wiwin sering bertemu. Meski demikian, pertemuan keduanya seringkali dalam mode sama-sama cuek.
Menurut Wiwin, mungkin karena mode sama-sama cuek tersebut hubungan mereka menjadi kian dekat sebagai sahabat.
“Waktu bertemu sama-sama cuek. Mungkin karena sama-sama cuek itu, kita akhirnya menjadi teman baik, menjadi sahabat sampai tahun 1998,” ungkap politisi perempuan sekaligus anggota DPRD Provinsi Jawa Timur ini.
Lalu pada 1998, keduanya sepakat menjalin hubungan pacaran.
“Tahun 1998 itu kita jadian (pacaran). Itupun gaya pacarannya gak kayak anak muda waktu itu, yang malam minggu nonton bareng. Gak ada seperti itu,” ungkap Wiwin.
“Gaya pacaran kita ya, aku menemani dia ngisi materi di acara apa gitu, aku duduk di belakang,”
“Kalau sudah selesai dan jalan pulang, aku diminta mereview. Aku tadi gimana, kurang apa.Jadi pacaran kita ya diskusi itu, dan itu sampai sekarang ya seperti itu,” ujar Wiwin.
Sumrambah Sosok yang Bertanggungjawab
Sumrambah dan Wiwin Isnawati resmi menjalani hubungan sebagai suami istri pada tahun 2001 lalu.
Meski diawali dengan hubungan persahabatan yang saling cuek saat bertemu, maupun gaya pacaran yang dihiasi dengan diskusi diskusi, Wiwin merasa mantab saat dipinang Sumrambah.
Bagi dia, Sumrambah adalah sosok lelaki yang bisa bertanggungjawab terhadap keluarganya.
“Orang lain saja diurus sama beliau, apalagi istri dan anak-anaknya kelak. Itulah alasan mengapa saya mau berhubungan dengan Mas Rambah dan bersedia menjadi istri beliau,” demikian ungkap Wiwin.
Penilaian atas Sumrambah sebagai sosok laki-laki idaman dan mempunyai kepedulian kepada sesama, telah dilihat dan dirasakan sejak mereka saling mengenal hingga berpacaran.
Wiwin mengisahkan, pada tahun 1996 hingga 1998, atau masa sebelum mereka berpacaran, Sumrambah pernah berjualan soto dan beras.
Keuntungan dari berjualan rupanya digunakan untuk membiayai aktivitas diskusi mahasiswa, serta untuk membantu temannya sesama mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi.
“Sebelum tahun 1998, waktu beliau jualan soto, beras, aku ikut bantu. Aku waktu itu ya tertarik saja, ini ada orang kok perhatian sekali sama teman-temannya”.
“Jual soto, jualan beras, keuntungannya digunakan untuk ngopeni teman-temannya yang kekurangan waktu kuliah,” ujar Wiwin.
Sumrambah Sosok Laki-laki Setia
Menurut Wiwin, Sumrambah merupakan sosok laki-laki setia, tidak banyak menuntut, hingga bisa memperlakukan perempuan selayaknya perempuan.
Kelanggengan hubungan mereka, diakui Wiwin berasal dari sikap saling percaya diantara mereka.
Sebagai istri Sumrambah, Wiwin merasa diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, bukan sebagai perempuan yang berperan sebagai “konco wingking” atau perempuan yang harus terikat pada budaya patriarki.
“Dalam banyak hal terutama menyangkut urusan pekerjaan, anak-anak dan pergaulan, kita selalu berdiskusi. Banyak hal yang kita lakukan berdasarkan kesepakatan, tidak asal karena kemauan saya atau kemauan beliau,” ungkap dia.
Selama menjadi istri Sumrambah, seorang politisi dan tokoh publik, Wiwin telah siap dengan berbagai konsekuensi.
Ujian atas kesetiaan terhadap pasangan bukan sekali dua kali ia dapatkan. Namun, keyakinan bahwa suaminya bukan tipe laki-laki yang bisa dengan mudah mendua atau beralih ke lain hati, terus terpatri.
Bahkan, tutur Wiwin, saat suaminya menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, ada seseorang yang mencoba menganggu kepercayaan dia kepada suaminya dengan memberi bahwa suaminya sedang menginap dengan perempuan di sebuah hotel.
Wiwin yang kala itu menyadari posisi dan kedudukan suaminya, tak lantas percaya begitu saja. Dia justru memilih percaya kepada suaminya.
Mengapa lebih memilih percaya kepada sang suami? Karena bagi Wiwin, dirinya tidak mempunyai alasan untuk tidak mempercayai suaminya.
Dalam menanggapi setiap godaan atau gangguan terhadap keluarganya, dia selalu mendasarinya dengan menggunakan logika.
“Setiap menghadapi suatu persoalan, saya selalu mendasarinya dengan logika, tidak berdasarkan emosi atau perasaan.”
“Itulah kenapa saya lebih percaya kepada Mas Rambah, karena beliau bukan tipikal laki-laki yang suka pada hal-hal seperti itu. Beliau adalah tipikal laki-laki yang setia,” kata Wiwin.
Menurut dia, kepercayaan terhadap pasangan, keterbukaan dalam menghadapi berbagai situasi, serta kesetaraan dalam banyak kesempatan, membuat hubungannya dengan Sumrambah bisa terus langgeng.
Hal lain juga diungkapkan Wiwin hidup berumah tangga bersama Sumrambah.
Selain tipe laki-laki setia, serta bertanggung jawab, suaminya adalah sosok kepala keluarga yang begitu menyayangi istri dan anak-anaknya.
Di tengah kesibukannya sebagai tokoh publik dan politisi, suaminya itu sesekali menyempatkan waktu berkumpul dengan istri dan kedua anaknya, meski hanya sekedar makan bersama.
Kepada anak-anaknya, Sumrambah selalu mengajarkan agar mereka bisa segera bisa hidup mandiri. Kedua anaknya juga dilarang keras memanfaatkan fasilitas yang diperoleh ayahnya ataupun bergantung kepada nama besar sang ayah.
“Dan, satu hal yang penting lagi, Mas Rambah itu kalau mau kemana-mana, selalu memberi tahu dan meminta saya untuk mendoakan. Setiap mau pergi, tidak lupa selalu meminta doa dari istrinya,” tandas Wiwin.